Manajemen Klaster Pada Budidaya Udang

 MANAJEMEN  KLASTER PADA  BUDIDAYA UDANG CLOSE SISTEM SEBAGAI USAHA  PENCEGAHAN PENYAKIT



I. Pendahuluan

Berdasarkan hasil Indentifikasi permasalahan pada kawasan budidaya pembesaran udang, terdapat  beberapa  faktor yang diduga sebagai penyebab  munculnya beberapa penyakit sehingga menyebabkan  kegagalan panen   antara lain: 1) Kualitas benih yang rendah dan sudah  terinfeksi  penyakit virus; 2) Kondisi Lingkungan tempat budidaya meliputi  sumber air  berkualitas rendah dan  terkontaminasi oleh pathogen penyebab penyakit dan 3) Pengelolaan lingkungan tambak selama pemeliharan  yang kurang baik  menyebabkan  kualitas lingkungan  rendah dan terjadi fluktuasi kualitas lingkungan  yang luas selama proses pemeliharaan,  menyebabkan udang mengalami stress sehingga kondisi udang melemah,  yang pada akhirnya mudah terserang penyakit.
Hasil kajian penyebaran penyakit udang pada tambak pembesaran menunjukan bahwa serangan penyakit terutama penyakit virus pada tambak pembesaran diawali oleh perubahan lingkungan terutama air (warna air) yang ekstrim akibat kematian plankton atau kematian flok bakteri  pada petak tambak pembesaran.  Serangan penyakit diawali pada salah satu petak tambak dalam kawasan tersebut,  selanjutnya menyebar  meluas secara horizontal ke  petak tambak lainnya disekelilingnya.
Penyebaran penyakit virus ini akan lebih cepat  bila tataletak dan konstruksi antar petak tambak yang kurang baik.  Konstruksi pematang yang tidak  kedap sehingga menyebabkan  air yang terinfeksi penyakit rembes/bocor mengalir masuk pada  petak pembesaran udang  lainnya sehingga  menyebabkan penularan. Penggunaan saluran sebagai inlet dan outlet secara bersamaan dengan pengaturan pengelolaan  air yang tidak baik  antar pembudidaya,   dapat menyebabkan buangan air dari petak tambak yang terserang penyakit  menular  pada perairan  yang digunakan sebagai sumber air untuk kegiatan budidaya di kawasan tambak lainnya.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas , dan melihat kondisi tambak terutama  desain dan tata letak kawasan tambak, untuk antipasti dini pencegahan penyakit dalam budiday udang  diperlukan teknik penerapan CBIB/BMPs dengan model cluster  sehingga meminimalisir serangan dan penyebaran penyakit.


II. Prinsip Penerapan manajemen  Klaster Tambak Udang.
2.1 Batasan klaster
Klaster  tambak adalah       kumpulan  tambak udang dalam satu hamparan yang dibatasi oleh saluran, petakan dan pematang yang kedap dan kuat. Tambak klaster berada pada satu hamparan atau kawasan dengan bagaian terluar merupakan pagar atau barrier yang berupa petakan atau saluran atau pematang yang kuat dan kedap air untuk menghindari rembesan air, carier berupa kepiting atau hewan lainnya yang berpotensi menularkan penyakit.
Manajemen klaster adalah:
            Pengelolaan budidaya udang dalam satu klaster harus menerapkan usaha  bersama atau dapat disebut sebagai Kelompok Usaha Bersama (KUB) dengan  menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) budidaya udang yang meliputi   sistem biosekuriti untuk mencegah penularan penyakit infektif dari lingkungan sekitarnya.
Ada lima prisip dasar Cara Budidaya Udang yang Baik (CBIB) atau Best Manjemen Practices (BMPs) untuk budidaya udang guna mengantipasi serangan penyakit atau meminimalisir kegagalan budidaya udang karena serangan penyakit serta dapat menjamin keamanan pangan (food safety) produk udang adalah sebagai berikut:
1.    Pemilihan lokasi yang sesuai dengan komoditas udang meliputi system irigasi baik,  kualitas tanah dasar tidak tanah masam,  konstruksi tambak  kedap (maksimum bocoran 10%/minggu).
2.    Musim tebar yang tepat dan serentak pada tambak dalam kawasan/cluster   (Use an all-out, all-in, once-only stocking of participating ponds),
3.    Penerapan bioskurity secara maksimal dengan menggunakan benih sehat  (negative tes PCR),  tandon (resevoar) atau biofilter untuk mencegah carier dan untuk perbaikan mutu air.
4.    Menjaga  kestabilan lingkungan tambak  selama proses pemeliharaan yaitu pengelolaan air terutama Pengelolaan Oksigen  terlarut pada dasar tambak dan pengelolaan pakan.
5.    Memaksimalkan produk udang yang aman pangan (food safety), berkualitas dan menguntungkan dengan tidak menggunakan pestisida dan bahan kimia lainnya yang di larang.

Permasalahan utama pada kawasan tambak yang dikerjakan pembudidaya skala sederhana jumlah petakan yang terbatas sehingga mejadi kesulitan untuk pengelolaan sistem tandon. Permasalahan lain adalah desaian tata letak tambak tidak teratur dan konstruksi yang kurang kedap.  Penerapan SOP Budidaya udang tidak dapat dilakuakn dengan baik karena permasalahan sarana dan prasarana budidaya yang terbatas sehingga mempunyai potensi penularan penyakit dari petak satu ke petak lainnya.
Dengan penerapan manajemen klaster, dan dengan menejemen usaha bersama atau Kelompok Usaha Bersama (KUB) sehingga dapat memanfaatkan prasarana dan sarana budidaya yang tersedia untuk menerapkan SOP budidaya udang yang benar. Pembagian tanggung jawab yang jelas antar anggota pembudidaya dalam klaster serta pembagian hasil yang sesuai dengan tanggung jawab dalam kegiatan budidaya udang.
            Desain dan tata letak tambak model cluster adalah:
1.    Tata letak beberapa petak tambak udang  dalam  kawasan tambak yang dapat dibatasi oleh pematang yang kedap, saluran atau petakan yang digunakan sebagai pagar atau barier atau biofilter sehinga dapat meminimalisir infeksi penyakit baik melalui rembesan air maupun carier hewan perantara (wideng, kepiting dan manusia).
2.    Proses Pengelolaan tambak  atau musim pemeliharaan (crop calendar) dilakukan serentak, bahan dan sarana produksi dari sumber yang sama, serta pengelolaan lingkungan tambak dilakukan secara bersama-sama. Cara ini dilakukan  untuk mencegah penularan penyakit secara horizontal.

2.1 Pemilihan lokasi.
a.    Kualitas tanah dasar tambak  tidak tanah masam (pH tanah rendah) dan tanah gambud dengan kandungan bahan organik tinggi. Namun demikian masalah tanah asam dan gambud dapat diabaikan dengan konstruksi tambak plastic.   
b.    Konstruki tambak meliputi pematang, pintu air kedap dengan tingkat bocoran maksimum 10% per minggu. Kawasan tambak mempunyai sumber air yang cukup dengan kualitas air yang baik sesuai dengan kebutuhan budidaya udang.

2.1. Musim tebar (crop calender)
a.    Kawasan tambak dalam satu cluster menerapkan  musim pemeliharan (crop calendar) yang sama. Persiapan tambak, penebaran benih, pemeliharaan dan panen hasil dapat dilakukan bersama. Proses pengelolaan tambak yang sama waktunya seperti pengeringan tambak, persiapan tambak dan lainnya dapat memutus siklus hidup  pathogen penyakit pada satu cluster.
b.    Penggunaan benih berasal dari sumber benih (hatchery) yang sama dengan tujuan agar mendapatkan benih dengan kualitas yang bagus dan tidak terinfeksi penyakit. Penebaran benih yang secara bersamaan dari sumber benih yang sama dapat mencegah terinfeksi penyakit yang berasal dari benih yang terinfeksi. Menggunakan sarana dan perasarana yang sama pada satu cluster tambak sehingga dapat mencegah infeksi penyakit. Oleh karena itu diperlukan komitmen dan kedisiplinan para pembudidaya  dalam satu kawasan cluster (Use an all-out, all-in, once-only stocking of participating ponds)

2.3. Penerapan biosekurity
Menerapkan  biosekurity secara maksimal yaitu:
a.    Penebaran dengan penggunaan benih yang sehat  bebas virus.
b.    Menggunakan petak  tandon (reservoir) sebagai biofilter  atau sterilasasi air untuk meningkatkan kualitas air baru. Petak biofilter dikelola dan dimanfaatkan secara bersamaan oleh para pebudidaya dalam satu cluster
c.    Penggunaan   barier/bioskurity berupa saluran atau petak tambak  pada bagian luar yang mengelilingi kawasan/cluster petak pembesaran udang, atau  pematang yang kedap yang berhubungan dengan petak/saluran di luar untuk pencegahan infeksi penyakit secara horizontal dan   perbaikan kualitas air..

2.4. Pengelolaan lingkungan
Pengelolaan lingkungan tambak dapat dilakukan secara bersama-sama oleh pemudidaya dalam satu cluster. Pengelolaan tambak dapat dilakukan baik secara teknis yaitu:
a.    Menjaga kestabilan kualitas air dan lumpur tambak selama pemeliharaan yang meliputi oksigen terlarut >4 ppm, salinitas 10-25 ppt dengan fluktuasi harian < 3 ppt; pH air 7,5-8,5 dengan fluktuasi harian 0,2-0,5; NH3< 1ppm; Nitrit, 0,1 ppm, bahan organik maks 100 ppm; pembersihan lumpur dasar tambak
b.    Pengelolaan pakan dengan pemberian pakan yang berkualitas sehingga pakan yang diberikan dapat dikonsumsi udang. Hindari kelebihan pemberian pakan dengan mengontrol laju komsumsi pakan harian melalui anco untuk menjaga kestabilan lingkungan tambak. Penggunaan feed aditif aatau aktraktan untuk meningkatkan laju komsumsi pakan mengunakan bahan yang sudah mendapat rekomendasi dari Dierktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
c.    Secara non teknis dengan melakukan pengawasan keamanan lingkungan tambak dapat dilakukan secara bersama-sama oleh pembudidaya dalam satu cluster.

2.5. Menjaga keamanan produk
 Memaksimalkan produk udang yang aman pangan (food safety), berkualitas dan menguntungkan.
a.    Hanya menggunakan sarana produksi tambak (pakan, obat ikan, aktraktan) yang telah mendapat rekomendasi dari Direktorat Perikanan Budidaya dengan penggunaan sesuai dengan petunjuk penggunaan.
b.    Pelaksanaan kegiatan budidaya udang dalam satu cluster dengan  tidak menggunakan pestisida dan bahan kimia lainnya yang di larang sesuai persyaratan Cara Budidaya Ikan/udang yang Baik (CBIB) atau BMPs (Best Management Practices).
c.    Secara fisik penangan produks hasil panen dilakukan secara cepat dan higeinsis untuk menghindari kerusakan udang.

III.      Desain dan Tata Letak Tambak cluster.
            Desain dan tata letak tambak model cluster pada kawasan tambak akan melibatkan beberapa pembudidaya yang lokasi petak tambaknya saling berdekatan pada satu kawasan klaster.


Gambar 1. Klaster tambak  udang dikelilingi oleh saluran keliling dan petak sebagai biofilter atau barier di Kemiri Mauk Tangerang

IV. Teknologi Budidaya udang
     Pendekatan penggunaan teknologi budidaya udang diarahkan pada penerapan biosekurity secara maksimum mulai dari penggunaan benih dan sarana lainnya untuk mencegah penularan penyakit. Yang kedua diarahkan pada  pengelolaan lingkungan budidaya udang atau kualitas air agar stabil pada kisaran paremater  sesuai dengan kebutuhan biologis udang. Untuk mempertahankan lingkungan budidaya yang baik maka saat ini telah berkembang pengelolaan air sistim heterotrof atau biofloks serta sistem semi heteotrof yang memanfaatkan bioflok dan  plankton untuk memperbaiki kalitas air. Prinsip dasar pengelolaan sistem heterotrof maupun semi heterotrof adalah untuk mencegah pembusukan kotoran udang, sisa pakan dan bahan kotoran lainnya dalam tambak. Bakteri probiotik yang diaplikasikan akan merombak bahan organik menjadi unsur hara untuk plankton dengan mencegah terbentuknya senyawa beracun seperti Amonia, Nitrit dan Asam belerang. Agar proses kerja probiotik maksimum perlu media air yang seimbang C/N ratio >20 dan kandungan oksigen terlarut yang tinggi >4 ppm
Permasalahan utama adalah pengendalian oksigen terlarut utuk menjamin ketahanan udang baik terhadap infeksi atau serang  penyakit serta lalu pertumbuhan yang tinggi. Oksigen terlarut minimal adalah 4 ppm. Untuk dapat mempertahankan kelarutan oksigen terlarut minimal 4 ppm harus disiapkan aerasi. Oleh karena itu untuk memberikan peluang keberhasilan yang tinggi teknologi budidaya udang dengan menejemen klaster adalah semi intensif. Dengan teknologi semi intensif kebutuhan oksigen terlarut pada malam hari dapat dipertahankan minimal 4 ppm dengan kincir baik kincir tunggal, kincir barangkai bahkan pompa yang digunakan untuk menyemprotkan air tambak pada malam hari.

            

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menghitung SR dan FCR Udang Vaname saat Kegiatan Produksi

Cara mengetahui berapa estimasi udang di tambak

Plankton, Lumut, Klekap dalam budidaya udang